Al Siddiq International School

Orang Tua Stop Tekan Akademis Si Anak

Terkadang masih banyak para orang tua yang terobsesi memiliki anak yang pintar dan harus mendapatkan  juara kelas agar bisa dibanggakan.

Sehingga para orang tua sering tidak menyadari melakukan penekanan akademis si anak dalam pendidikan seperti terlalu banyak mengatur sang anak untuk bisa memperoleh nilai yang bagus.

Padahal anak juga membutuhkan ruang untuk bisa menjadi dirinya sendiri agar bisa mengetahui porsi mereka sampai sejauh mana dalam memperoleh nilai akademis.

Mengutip dari laman resmi Stanford dan menurut studi baru yang dipimpin oleh Jelena Obradovi?, seorang profesor di Stanford Graduate School of Education, yang diterbitkan 11 Maret 2021 di “Journal of Family Psychology” , ternyata terlalu banyak arah orang tua terkadang bisa menjadi kontraproduktif.

“Terlalu banyak keterlibatan secara langsung dapat mengorbankan kemampuan anak-anak untuk mengendalikan perhatian, perilaku, dan emosi mereka sendiri. Ketika orang tua membiarkan anak-anak memimpin interaksi mereka, anak-anak melatih keterampilan pengaturan diri dan membangun kemandirian”, jelas Obradovi? yang juga mengarahkan Stanford Project on Adaptation and Resilience in Kids (SPARK).

Obradovic juga menjelaskan bahwa orang tua harus belajar menarik diri. Maksudnya adalah orang tua juga harus tahu bahwa mereka terlalu banyak berharap dan memaksakan kehendaknya kepada anak. 

Menurut penjelasan Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., Psikolog Anak dan Remaja, orang tua harus peka dan mulai berhenti terlalu banyak berharap dan memaksakan keinginan terutama dalam memberikan beban akademis pada anak adalah ketika anak mulai melakukan protes, ketika anak tidak menunjukkan kemajuan apapun atau bahkan lambat dan malah menunjukkan motivasi yang menurun. 

Orang tua juga harus peka ketika anak terlihat tidak bahagia menjalaninya karena terpaksa dan menjauh dari orang tua karena merasa tidak nyaman dikritik terus atas segala hal yang sudah mereka coba lakukan dan usahakan dalam belajar.

Tanda-tanda lainnya yang bisa dilihat pada anak yang merasa terbebani obsesi cendekiawan dari orang tuanya adalah seperti:

1. Anak terlihat murung dan selalu kelelahan.

2. Anak mulai tertutup pada orang tua.

3. Anak berperilaku seperti robot, hanya mengikuti kemauan dari orang tuanya saja.

4. Anak memberontak atau banyak protes.

5. Anak tidak terlihat menikmati aktivitas yang setengah hati.

Jika orang tua terus menerus memberikan beban akademis dan obsesinya pada anak dengan alasan agar anak mendapatkan nilai dan juara yang bagus di sekolah agar sukses di masa depan tetapi kenyataannya saat ini sang anak butuh istirahat atau bahkan kelelahan dan kehabisan tenaga, lama-lama hal ini akan dapat berdampak buruk pada psikologisnya.

Anak bisa saja minta ganti rugi sekolah, kehilangan kepercayaan diri, merasa kurang dihargai. Bahkan menurut Vera Itabiliana, dampak terburuknya adalah anak mengalami depresi. Terlalu fokus pada cendekiawan juga berisiko ada potensi lain dari anak yang luput atau tidak terlihat dari pandangan orang tua. Bisa saja potensi tersebut justru lebih bisa menampilkan masa depan yang cemerlang untuk sang anak di masa depan.

Maka dari itu, orang tua tidak boleh hanya fokus pada akademik saja, tetapi juga perlu mengamati kelebihan anak di bidang non akademis seperti seni, olahraga, keterampilan, dan masih banyak lagi. 

Sudah banyak kok contoh tokoh dan figur publik di Indonesia yang sukses dengan kesungguhan dan usahanya sesuai dengan minat yang ia miliki di luar bidang akademis. 

Bukan berarti dengan nilai cendekiawan yang kurang bagus, nantinya si anak tidak akan berhasil dan sukses di masa depan. Tapi cobalah untuk memperhatikan baik-baik dan mulai melihat dari apa yang anak minati. Kemudian, berikan dukungan kepada anak untuk melakukan apa yang ia minati dengan sungguh-sungguh.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *